Hadirnya masyarakat informasi (information society) yang diyakini
sebagai salah satu agenda penting masyarakat dunia di milenium ketiga antara
lain ditandai dengan pemanfaatan Internet yang semakin meluas dalam berbagai
akiivitas kehidupan manusia, bukan saja di negara-negara maju tapi juga di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Fenomena ini pada gilirannya telah
menempatkan ”informasi” sebagai komoditas ekonomi yang sangat penting dan
menguntungkan. Untuk merespon perkembangan ini Amerika Serikat sebagai pioner dalam
pemanfaatan Internet telah mengubah paradigma ekonominya dari ekonomi yang
berbasis manufaktur menjadi ekonomi yang berbasis jasa (from a manufacturing-based economy to a service-based economy). Peruhahan ini ditandai dengan
berkurangnya peranan traditional law
materials dan semakin meningkatnya peranan the raw marerial of a service-based economy yakni informasi dalam
perekonomian Amerika.
Munculnya sejumlah kasus yang cukup
fenomenal di Amerika Serikat pada tahun 1998 telah mendorong para pengamat dan pakar
di bidang teknologi informasi untuk menobatkan tahun tersebut sebagai moment
yang mengukuhkan Internet sebagai salah satu institusi dalam mainstream budaya
Ametika saat ini. Salah satu kasus yang sangat fenomenal dan kontroversial
adalah ”Monicagate” (September 1998)
yaitu skandal seksual yang melibatkan Presiden Bill Clinton dengari Monica
Lewinsky mantan pegawai Magang di Gedung Putih.
Masyarakat dunia geger, karena laporan Jaksa
Independent Kenneth Star mengenai perselingkuhan Clinton dan Monica setebal 500
halaman kemudian muncul di Internet dan dapat diakses secara terbuka oleh
publik. Kasus ini bukan saja telah menyadarkan masyarakat Amerika, tapi juga
dunia bahwa lnternet dalam tahap tertentu tidak ubahnya bagai pedang bermata
dua.
Eksistensi Internet sebagai salah satu
institusi dalam mainstream budaya Amerika lebih ditegaskan lagi dengan maraknya
perdagangan electronik (E-Commerce)
yang diprediksikan sebagai ”bisnis besar masa depan” (the next big thing). Menurut perkiraan Departemen Perdagangan
Amerika, nilai perdagangan sektor ini sampai dengan tahun 2002 akan mencapai
jumlah US $300 milyar per tahun.
Demam E-Commerce
ini bukan saja telah melanda negara-negara maju seperti Amerika dan
negara-negara Eropa, tapi juga telah menjadi trend dunia termasuk Indonesia.
Bahkan ada semacam kecenderungan umum di
Indonesia, seakan-akan ”cyber law”
itu identik dengan pengaturan mengenai E-Commerce.
Berbeda dengan Monicagate, fenomena E-Commerce ini boleh dikatakan
mampu menghadirkan sisi prospektif dari Internet.
Jelaslah bahwa eksistensi Internet disamping
menjanjikan sejumlah harapan, pada saat yang sama juga melahirkan
kecemasan-kecemasan baru antara lain munculnya kejahatan baru yang lebih
canggih dalam bentuk ”cyber crime”,
misalnya munculnya situs-situs porno dan penyerangan terhadap privacy
seseorang. Disamping itu mengingat karakteristik Internet yang tidak mengenal
batas-batas teritorial dan sepenuhnya beroperasi secara virtual (maya),
Internet juga melahirkan aktivitas-aktivitas
baru yang tidak sepenuhnya dapat diatur oleh hukum yang berlaku saat ini (the existing law). Kenyataan ini
telah menyadarkan masyarakat akan perlunya regulasi yang mengatur
mengenai aktivitas-aktivitas yang melibatkan Internet Atas dasar pemikiran
diatas, penulis akan mencoba untuk membahas mengenai pengertian ”cyber law” dan
ruang lingkupnya serta sampai sejauh mana urgensinya bagi Indonesia
untuk mengantisipasi munculnya persoalan-persoalan hukum akibat pemanfaatan
Internet yang semakin meluas di Indonesia.
sumber : http://maiiaya.blogspot.com/
copast by : Heri Kiswanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar